Mengatasi Kekurangan Dosen di PTS: Meng-ASN-kan Dosen Yayasan, Mengapa Tidak?









Mengatasi Kekurangan Dosen di PTS: Meng-ASN-kan Dosen Yayasan, Mengapa Tidak?

Oleh: 

Sitnah Aisyah Marasabessy



Di tengah tantangan dunia pendidikan tinggi yang semakin kompleks, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia menghadapi masalah klasik yang tak kunjung usai: kekurangan dosen tetap dan dosen berkualifikasi doktor. Ironisnya, banyak PTS sebenarnya telah memiliki dosen-dosen yayasan yang loyal, berdedikasi, dan berkontribusi besar terhadap kemajuan kampus. Namun, mereka kerap terjebak dalam ketidakpastian status, keterbatasan hak, dan kesenjangan kesejahteraan dibandingkan dengan rekan-rekannya di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Pertanyaannya: jika negara mengakui kontribusi PTS sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, mengapa tidak membuka peluang agar dosen yayasan di PTS bisa menjadi ASN?

Dosen PTS: Garda Depan yang Terlupakan

Data menunjukkan bahwa lebih dari 60% mahasiswa di Indonesia mengenyam pendidikan di PTS. Artinya, sebagian besar tenaga pengajar di negeri ini adalah dosen PTS. Namun realitanya, keberadaan dosen PTS sering kali tidak diimbangi dengan perlindungan yang layak. Mereka harus menjalankan tridharma perguruan tinggi tanpa jaminan karier, penghasilan layak, maupun kepastian status jangka panjang. Banyak yang mengabdi belasan tahun, bahkan puluhan tahun, tanpa pernah menyandang status fungsional yang semestinya karena tidak diangkat oleh negara.

Mengapa Tidak Menjadikan Mereka ASN?

Meng-ASN-kan dosen yayasan bukan berarti mengambil alih otoritas PTS, melainkan mengakui bahwa mereka adalah aset nasional yang telah terbukti kompeten dan berdedikasi. Jika pemerintah serius ingin meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dan pemerataan SDM unggul di seluruh Indonesia, maka ini adalah kebijakan strategis.

Model serupa sudah lama diterapkan di sektor kesehatan dan pendidikan dasar. Banyak guru dan tenaga kesehatan di sekolah dan puskesmas swasta yang kini diangkat sebagai PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Lalu mengapa dosen PTS tertinggal jauh?

Peran LLDIKTI dan Kementerian: Saatnya Bergerak Progresif

LLDIKTI sebagai perpanjangan tangan Kemendikbudristek seharusnya tidak hanya menjadi pengawas administrasi, tapi juga menjadi motor perubahan kebijakan afirmatif bagi PTS. Dorongan agar dosen PTS—terutama yang telah lama mengabdi dan memiliki kualifikasi yang mumpuni—dapat mengikuti jalur ASN atau PPPK akan membawa banyak manfaat:

  • Meningkatkan daya saing PTS dalam penyelenggaraan tridharma.

  • Menjamin kesinambungan akademik di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

  • Mengurangi ketimpangan antara dosen negeri dan swasta dalam hal karier dan kesejahteraan.

  • Membuka peluang meritokrasi, bukan sekadar berbasis status lembaga.

Bagi Dosen PTS: Berdaya atau Menunggu Nasib?

Bagi dosen PTS sendiri, ide ini harus disambut bukan dengan keraguan, tetapi dengan optimisme. Sudah saatnya membangun komunitas akademik yang bersuara, menyampaikan aspirasi secara terstruktur dan akademik. Bukankah dosen adalah kaum intelektual yang justru mestinya memimpin perubahan—bukan menunggu belas kasihan?

📰 Opini Media: "Meng-ASN-kan Dosen Yayasan PTS: Keadilan yang Tertunda"

Kekurangan dosen tetap berkualifikasi di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) adalah masalah sistemik yang terus berulang. Sayangnya, selama ini solusi yang diusulkan lebih banyak berfokus pada pembukaan formasi ASN di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), sementara PTS dibiarkan mencari jalannya sendiri. Padahal, sebagian besar mahasiswa Indonesia justru berada di PTS, dan dosen-dosennya adalah ujung tombak pendidikan tinggi nasional.

Pemerintah telah memberi afirmasi kepada guru dan tenaga kesehatan di sekolah/puskesmas swasta lewat skema PPPK. Maka sudah saatnya afirmasi serupa juga diterapkan untuk dosen yayasan di PTS yang telah lama mengabdi, memiliki kompetensi, dan memenuhi kualifikasi tridharma.

Pengangkatan mereka sebagai ASN (PNS atau PPPK) bisa melalui mekanisme kolaboratif antara kementerian, LLDIKTI, dan PTS. Ini bukan sekadar soal pengakuan administratif, melainkan bentuk keadilan dan strategi jangka panjang untuk:

  • Menjamin mutu PTS, khususnya di daerah 3T;

  • Mengatasi disparitas kesejahteraan dosen;

  • Mendorong pemerataan SDM unggul nasional;

  • Memberi motivasi karier bagi dosen muda di PTS.

Gagasan ini tentu memerlukan regulasi baru dan kemauan politik. Namun jika kita sepakat bahwa PTS adalah bagian dari sistem pendidikan nasional, maka negara pun wajib hadir di dalamnya, bukan hanya sebagai pengawas, tapi juga sebagai penjamin keberlanjutan.

Meng-ASN-kan dosen PTS bukan wacana liar, tapi solusi logis—dan seharusnya tak lagi ditunda.


📝 Usulan Kebijakan Ringkas

Judul: Skema Pengangkatan ASN/PPPK untuk Dosen Yayasan PTS Melalui Jalur Afirmasi Terbatas

Latar Belakang:
Mayoritas mahasiswa Indonesia kuliah di PTS, namun banyak dosen yayasan tidak memiliki status ASN/PPPK meski telah lama mengabdi. Hal ini berdampak pada rendahnya daya saing PTS, terutama dalam pemenuhan SDM berkualitas dan akreditasi.

Tujuan:

  • Memberikan kepastian karier dan kesejahteraan bagi dosen yayasan yang kompeten.

  • Meningkatkan mutu dan keberlanjutan penyelenggaraan tridharma di PTS.

  • Mengurangi beban negara membangun PTN baru dengan mendayagunakan PTS secara optimal.

Strategi Implementasi:

  1. Pemetaan Nasional oleh LLDIKTI: Dosen yayasan dengan masa kerja ≥ 10 tahun, memiliki jabatan fungsional/sertifikasi pendidik, atau S3 diprioritaskan.

  2. Skema Afirmasi PPPK: Jalur khusus melalui seleksi administratif dan wawancara tridharma.

  3. Kemitraan Pemerintah-PTS: PTS tetap sebagai pengelola institusi, namun dosen berstatus ASN yang ditugaskan permanen di kampus tersebut.

  4. Anggaran Berbasis Kinerja: Gaji pokok dibayar pemerintah; insentif dari PTS sesuai capaian tridharma.

Keuntungan:

  • Mengurangi disparitas PTN-PTS.

  • Menstabilkan ketersediaan dosen di daerah terpencil.

  • Menumbuhkan loyalitas dan prestasi akademik dosen PTS.


Jika guru honorer bisa diangkat jadi PPPK, maka dosen yayasan yang telah mendidik generasi bangsa selama puluhan tahun pun layak mendapatkan pengakuan negara. Inilah saatnya kebijakan pendidikan tinggi menyentuh akar keadilan struktural.


Keadilan untuk Pendidikan Tinggi

Mengatasi kekurangan dosen di PTS tidak cukup dengan membuka formasi CPNS di PTN. Itu hanya menambah jurang ketimpangan. Justru, solusi paling tepat dan adil adalah memberikan ruang dan pengakuan formal kepada dosen-dosen yayasan yang telah berjuang tanpa pamrih. Meng-ASN-kan dosen PTS bukan hanya soal status, tapi tentang keberpihakan pada pendidikan tinggi yang merata dan bermutu.

Meng-ASN-kan dosen yayasan, mengapa tidak?

Karena keadilan dalam pendidikan harus dimulai dari mereka yang setiap hari menciptakan ilmu—di mana pun mereka mengajar.



■■■■■■■■■■





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buku PEMODELAN SISTEM

Q-A Seputar Angka Kredit Penulisan Karya Ilmiah